SPELEOLOGI-CAVING
INTRODUKSI SPELEOLOGI
I. Speleologi
Speleologi di Indonesia tergolong di Indonesia tergolong ilmu yang masih baru
dan mulai berkembang sekitar tahun 1980. Sedangkan di Perancis dan Jerman sudah
mempelajari ilmu tersebut sejak abad -19.
Speleologi adalah ilmu-ilmu yang
mempelajari gua-gua. Kata tersebut diambil dari Bahasa
Yunani : SPELALION : Gua, LOGOS
: ilmu.
SPELEOLOGI dapat diartikan secara umum sebagai ilmu yang mempelajari gua
beserta
lingkungannya.
Sebelum membicarakan Speleologi lebih
lanjut , kita perlu mengetahui definisi
dari gua :
Menurut IUS (International Union
of Speleology) yang berkedudukan di Wina, Austria
Gua adalah setiap ruangan bawah tanah,
yang dapat dimasuki orang
Gua memiliki sifat yang khas dalam
mengatur suhu udara didalamnya, yaitu pada saat udara
diluar panas maka didalarn gua akan
terasa sejuk, begitu pula sebaliknya.
Sifat tersebut menyebabkan gua di
pergunakan sebagai tempat berlindung. Gua-gua yang banyak
diternukan di Pulau Jawa dan pulau pulau
lainnya di Indonesia , sebagian besar adalah gua batu
gamping atau gua karst. Gua merupakan
suatu lintasan air dimasa lampau dan kini kering (gua
fosil) atau di masa kini, dan terlihat
dialiri sungai (gua aktif). Karenanya mempelajari gua tidak
terlepas dari mempelajari hidrologi karst
dan segala fenomena karst dibawah permukaan (endo
karst phenomena) supava memahami
cara-cara gua terbentuk dan bagaimana cara
memanfaatkannya sebagai sumber daya alam,
yang mempunyai nilai estetika tinggi sebagai
obyek wisata gua, atau sebagai sumber
air, tanpa mencemarinya.
ll. Sejarah Penelusuran Gua
Tidak ada catatan resmi kapan manusia
menelusuri gua. Berdasarkan Peninggalan peninggalan, berupa sisa makanan, tulangbelulang,
dan juga lukisan-lukisan, dapat disimpulkan bahwa manusia sudah mengenal gua
sejak puluhan tahun silam yang tersebar di benua Eropa, Afrika, dan Amerika.
Menurut catatan yang ada, penelusuran gua
dimulai oleh JOHN BEAUMONT, ahli bedah
dari Somerset, England (1674). la seorang
ahli tambang dan geologi amatir, tercatat sebagai
orang pertama yang menelusuri sumuran
(potholing) sedalam 20 meter dan menemukan ruangan
dengan panjang 80 meter, lebar 3 meter.
Serta ketinggian plafon 10 meter, a-3,dan menggunakan
penerangan Win. Menurut catatan, Beaumont
merangkak sejauh 100 meter dan menemukan
jurang (internal pitch). la mengikatkan
tambang pada tubuhnya dan minta diulur sedalam 25
meter dan mengukur ruangan dalam gua
tersebut. la melaporkan penemuan ini pada Royal
Society, Lembaga Pengetahuan Inggris.
Orang yang paling berjasa mendeskripsikan gua-gua
antara tahun 1670-1680 adalah BARON
JOHANN VALSAVOR dari Slovenia. la mengunjungi
70 gua, membuat peta, sketsa, dan
melahirkan empat buku setebal 2800 hataman.
JOSEPH NAGEL, pada tahun 1747 mendapat tugas dari istana untuk memetakan sistem
perguaan di Kerajaan Austro-Hongaria.
Sedangkan wisata gua pertama kali tercatat tahun 1818,
ketika Kaisar Habsbrug Francis I dari
Austria meninjau gua Adelsberg (sekarang bemama gua
Postojna) tertetak di Yugoslavia.
Kemudian wiraswastawan Josip Jersinovic
mengembangkannya sebagai tempat wisata
dengan memudahkan tempat itu dapat dicapai. Diberi
penerangan dan pengunjung dikenai biaya
masuk. New York Times pada tahun 1881 mengkritik
bahwa keindahan gua telah dirusak hanya
untuk mencari keuntungan.
Stephen Bishop pemandu wisata yang paling berjasa, ia budak belian yang
dipekerjakan oleh
Franklin Gorin seorang pengacara yang membeli tanah di sekitar gua Mammoth,
Kentucky
Amerika Serikat pada tahun 1838. Dan kini
gua Mammoth diterima UNICEF sebagai warisan
dunia.
Sedangkan di Indonesia, faktor mistik dan
magis masih melekat erat di gua-gua. Baik gua
sebagai tempat pemujaan. sesaji maupun
bertapa. Bahkan sering dianggap sebagai tempat tinggal
makhluk !!!
Namun semuanya memiliki nilai budaya, legenda, mistik, dan
kepercayaan sesuatu
terhadap gua perluloh didokumentasi dan dihargai sebagai potensi
budaya bangsa. Maka
Antropotogi juga merupakan bagian dari Speleologi.
III. Lahirnya Ilmu Speleologi
Secara resmi ilmu Speleologi lahir
pada abad - 19 berkat ketekunan EDWARD ALFRED
MARTEL.
Sewaktu kecil ia sudah mengunjungi gua Hahn di Belgia dengan ayahnya seorang
ahli Paleontologi, kemudian juga
mengunjungi gua Pyrenee di Swiss dan Italia. Pada tahun 1858
ia mulai mengenalkan penelusuran gua
dengan peralatan, pada setiap musim panas ia dan temantemannyamengunjungi
gua-gua dengan membawa 2 gerobak penuh peralatan, bahan makanandan alat
fotografi. Martel membuat pakaian berkantung banyak yang sekarang disebut
coverall (wearpack). Kantung itu diisi dengan peluit, batangan magnesium, 6
lilin lacsar, korek api, batu api, martil, 2 pisau, alat pengukur, thermometer,
pensil, kompas, buku catatan, kotak P3K, beberapa permen coklat, sebotol rum
dan sebuah telepon lapangan yang ia gendong. Sistem
penyelamatannya dengan mengikatkan
dirinya kalau naik atau menuruni dengan tali.
Tahun 1889, Martel menginjakkan kakinya
pada kedalaman 233 m di sumuran ranabel
dekat Marzille, Perancis dan selama 45
menu tergantung di kedalaman 90 m. la mengukur
ketinggian atap dengan balon dari kertas
yang digantungi spon yang dibasahi alkohol, begitu
spon dinyalakan balon akan naik keatas
mencapai atap gua. Hingga kini EDWARD ALFRED
MARTEL disebut Bapak Speleologi.
Kemudian banyak ahli speleologi seperti POURNIER,
JANNEL, BIRET,
dan banyak lagi.
Baru sete!ah PD I ROBERT DE JOLLY dan NOBERT CASTERET mampu
mengimbangi MARTEL. Robert de Jolly mampu menciptakan peralatan gua
yang terbuat dari
Aluminium Alloy. Nobert Casteret orang pertama yang melakukan Cave
Diving’ pada tahun
1922, dengan menyelami gua Montespan yang di dalam gua itu ditemukan
patung-patung dan
lukisan bison serta binatang lain dari tanah liat, yang menurut para
ahli, itu sebagai acara ritual
sebelum diadakan perburuan binatang, ditandai adanya bekas-bakas
tombak dan panah. Namun
dalam PD-II, gua-gua digunakan sebagai tempat pertahanan, karena
pertahanan di gua akan sulit
ditembus walaupun menggunakan born pada waktu itu.
IV. Perkembangan Speleologi di Indonesia
Di Indonesia Speleologi relatif tergolong suatu ilmu yang baru.
Dalam hal ini masih
sedikitnya ahli - ahli speleologi maupun pendidikan formal tentang
speleologi. Speleologi baru
berkembang sekitar tahun 1980, dengan berdirinya sebuah club yang
bernama ‘SPECAVINA‘,
yang didirikan oleh NORMAN EDWIN (alm) dan RKT KO ketua
HIKESPI sekarang.
Namun karena adanya perbedaan prinsip dari keduanya maka terpecah,
dan mereka
masing-masing mendirikan perhimpunan :
1. NORMAN EDWIN (alm) mendirikan klub yang diberi nama “GARBA
BUMI”
2. RKT KO mendirikan Hikespi pada tahun 1981
Pada tahun tahun tersebut bermunculan club-club speleologi di
Indonesia seperti ASC yang
berdiri pada tanggal 1 Januari 1984, SSS - Surabaya, DSC - Bali, DSC
- Bali, SCALA- Malang,
dll.
V. Ilmu Yang Berkaitan Erat Dengan Speleologi
Adanya perbedaan yang nyata antara permukaan dan bawah permukaan,
maka keadaan
ingkungan gua mempunyai nilai potensial untuk tempat penelitian yang
biasa disebut sebagai
laboratoriurn bawah tanah.
·
Geomorfologi
Keadaan permukaan daerah kawasan gua-gua merupakan suatu bentang
alam yang khas
pada khususnya didaerah karst dimana seperti adanya bukit karst yang
berbentuk cone
karts, tower karst maupun bentuk morfologi permukaan lain seperti
terdapat dolena,
uvala, polje, cockpit, swattowhole, sungai masuk/ hilang, sungai
keluar maupun
bentuk-bentuk lain yang merupakan ciri kawasan karst yang mengalami
proses
pelarutan.
·
Klimatologi
Keadaan iklim suatu daerah mempunyai pengaruh terhadap lingkungan
gua baik itu
flora dan fauna, keadaan fisik gua dilingkungan tersebut, hal ini
terdapat adanya
perbedaan suhu, tekanan, curah hujan yang ada dipermukaan daerah
tersebut. Dari
beberapa penyebab tersebut diatas banyak pars ahli klimatologi untuk
mempelajari
pengaruh-pengaruh terhadap lingkungan, gua tersebut.
·
Hidrologi
Merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan proses terbentuknya
lorong gua yang
disebabkan oleh aliran air baik secara fisik maupun kimiawi. Selain
dari itu proses
terbentuknya ornamen gua ( seperti : stalaktit, stalakmid, canopy,
flow stone, gourdam,
rimestone,dIl), endapan di dalam gua, dan sungai bawah tanah, yang
kesemuanya itu
merupakan bagian dari proses terbentuknya sistim perguaan (cave
system). Hampir
sebagian besar gua diseluruh dunia terbentuk oleh adanya air, dilain
hal faktor
pendukung lainya juga mempunyai peranan yang penting ( seperti
porositas batuan/
kesarangan, permeabilitas, saturasi dll).
·
Geologi
Mempelajari asal terbentuknya batuan karbonat / batu gamping
(lingkungan
pengendapan) dengan asosiasinya, batuan vulkanik dan metamorfosa.
Tektonik yang
meliputi perlipatan, pengangkatan, pensesaran, yang hal ini akan
menarik bagi pakarpakar
yang berkompeten untuk melakukan penelitian dipermukaan maupun bawah
permukaan.
·
Biologi
Gua merupakan suatu bentuk ekosistem bawah permukaan (sub surface)
yang unik,
dimana banyak menarik perhatian ahli biospeleologi untuk mengamati
daerah tersebut,
karena ada perbedaan yang spesifik dengan kehidupan dipermukaan
seperti
a. komunitas yang berbeda dengan di permukaan, terutama atmosfir
yang basah.
b. lingkungan yang basah tanpa cahaya.
c. perubahan sistim fisiologis karena faktor suhu, cahaya, dan
tekanan yang berbeda
dengan permukaan.
·
Antropologi
Biasanya di lingkungan di daerah yang terdapat gua, terdapat suatu masyarakat
percaya
akan yang sudah dipahami secara turun temurun. Karena gua biasanya
menggambarkan
keadaan yang bersifat magis, sakral dan angker. Sehingga masyarakat
didaerah tersebut
percaya akan legenda atau mendapatkan sesuatu di gua tersebut
(mendapat berkah,
wangsit, biar tidak mendapat musibah dll) dengan cara bertapa,
memberi sesaji, tirakat
maupun acara acara yang bersifat ritual. Sehingga setiap daerah
mempunyai adat tradisi
yang berbeda- beda.
·
Arkeologi dan Paleontotogi
Salah satu aset dari gua adalah arkeologi. Nilai arkeologi dari
suatu gua bisa tercetus
karena adanya lukisan-lukisan di dinding (art parriatal), yang di
wilayah Indonesia
terdapat di :
- Sulawesi Selatan : Maros, Leang-leang, Leang kasi, Balloci Baru,
Sumpang Bita.
- Irian Jaya : Fak Fak
- Kalimanatan Tengah
- Flores
Biasanya lukisan di dinding merupakan gambar telapak tangan, Babi
Rusa, Anoa,
perahu, Rusa. Bahkan di Flores terdapat lukisan dari telapak tangan
yang telah
kehilangan salah satu jarinya dimana disini diasumsikan dari upacara
ceremonial dalam
memperingati kematian. Selain berupa lukisan di dinding peninggalan
arkeologi dapat
juga berupa barang pecah belah, patung, kapak batu, yang dapat
disebut sebagai art
mobilier.
Manusia telah mengenal gua sejak dahulu sebagai :
- Tempat perlindungan
- Tempat pemukiman
- Tempat penguburan
- Tempat sakral
Yang sampai saat ini masih ada hanyalah gua sebagai tempat yang
sakral. Ada juga
beberapa gua yang digunakan sebagai tempat penguburan, seperti di
Trunyan (Bali) dan
Londa (Sulawesi Selatan). Kepercayaan masyarakat mengenai gua
sebagai tempat
keramat dan dan harus dijauhi masih banyak tedihat di
pelosok-pelosok. Lepas dari
benar atau tidaknya anggapan mereka, terdapat juga beberapa gua yang
memang
mengandung misteri bagi mereka yang pernah menelusurinya, baik di
daerah Wonosari,
Pacitan, Blora, Sulawesi dan lain-lain.
Gua yang dihuni oleh manusia zaman dahulu adalah yang cenderung
tertetak pada
lokasi-lokasi (tempat)
- Dekat dengan air
- Dekat dengan daerah perburuan.
Jadi bisa dikatakan bahwa gua yang memiliki peninggalan arkeologi
pasti di daerah
sekitamya dahulu terdapat sungai atau sumber air lain, pendapat ini
biasanya dibuktikan
dengan melihat peta topografinya, maka akan tertihat bekas-bekas
aliran sungai purba.
Bukti bahwa suatu gua pernah dihuni manusia, bila ditemukan antara
lain :
- Sisa pembakaran
- Gerabah
- Artefak (a!at-alat dari batu, perunggu, besi.
Juga merupakan bukti dari kebudayaan manusia dari zaman paleolitik,
neolitik,
perunggu dan besi :
- Artefak batuan (kapak genggam, ujung tombak, pisau, ujung panah
dan batu api.
Untuk menentukan umur dari artefak tersebut dapat dilakukan dengan
Radio Dating
yang berjangkal berbatas maksimal 18.000 tahun.
Artefak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan binatang yang telah
membatu
disebut fosil. Proses fosilisasi bisa terjadi bila bahan-bahan
organik tertimbun
lumpur abu vulkanik secara mendadak sehingga tidak sempat membusuk.
Sel-sel
organik sedikit demi sedikit digantikan oleh mineral dan timbul
struktur keras yang
menggantikan struktur organik yang lemah.
Fosil-fosil ini dapat berupa :
- Tulang belulang
- Hewan (kerang, serangga, ikan dan lain-lain)
- Kayu, pokok kayu
PSEUDOFOSIL menyerupai fold tetapi bukan
fosil, misalkan lumpur yang mengeras
dan tercetak rnenyerupai pola tulang dan batang pohon atau akar.
Biasanya Pseudofosil
terjadi karena aliran lumpur melewati rekahan-rekahan atau
lubang-lubang yang
terdapat pada batuan kapur.
Apabila dtemui bahan-bahan bemilai arkeologis maka jangan digeser
atau dipindahkan
dari tempatnya karena akan merusak jejak, untuk melakukan pelacakan
ditentukan
suatu titiik not dan dari titik itu digali milimeter demi milimeter
dengan sikat atau kuas
oleh para arkeolog yang telah berpengalaman. Semua temuan di Sato
dan
dicieskripsikan sesuai dengan kedalaman temuan. Sehingga akan
didapatkan informasi
mengenai umur dan asal dari benda temuan tersebut, dan dari analisa
akan diperoleh
gambaran mengenai kehidupan manusia di masa lalu.
BIOSPELEOLOGI
Biospeleologi
menyangkut semua makhluk hidup yang hidup di dalam gua dan makhluk hidup
tersebut sesuai dengan zonasi gua masing-masing.
Zonasi gua dibagi :
1.
Zona Terang :
-
Daerah di pintu gua
-
Suhu berubah-ubah
-
Makhluk hidup : walet, kelelawar,
ular, babi hutan, landak, dll.
2.
Zona Senja dan Peralihan :
-
Lebih ke dalam dari mulut gua
-
Suhu masih berubah
-
Makhluk hidup : kalajengking, kaki
seribu, dll.
3.
Zona Gelap :
-
Paling dalam dan masuk ke dalam gua
-
Suhu sudah tetap
-
Makhluk hidup sudah beradaptasi :
puntius, ambilionsis speleae
Bentukan-bentukan yang terdapat di gua :
1. Lorong
Terbentuk
saat air yang mengandung carbon mengalir pada permukaan tanah yang mengandung
kalsit.
2. Balconist
stalagtites
Terbentuk
dari rembesan air dari sisi samping dinding gua. Disebut stalagtit karena
terbentuk ke bawah. Tetapi pada umumnya stalagtit menggantung pada sisi atas
(atap) gua. Struktur stalagtit lebih mudah retak. Biasanya tidak terbentuk
dalam ukuran yang panjang. Stalagtit terpanjang ditunjang dengan dindingnya
pada Gua Cueva De Nerza, dekat Malaga, Spanyol 50 m dari atap ke dasar gua.
3. Stalagmites
Terbentuk
berdiri pada lantai (dasar) gua. Biasanya lebih pendek dan lebih tipis dari
stalagtit. Stalagmit tertinggi sekitar 29 meter pada Aven Armand Cave di Lozere
Prancis.
4. Coloumns
Terbentuk
dari calsium carbonat biasanya ditemukan di dalam gua. Coloumns terbentuk saat
stalagtit dan stalagmit bertemu.
VII. Yang perlu dilakukan oleh ahli speleologi / speleologiwan
(speleologist)
Yang disebut sebagai speleologiawan (speleologist) yaitu
seorang yang serius mendalami
dan tahu tentang gua beserta kawasannya, dipandang dari aspek
penelitian gua, pengelolaan gua
maupun pendidikan speleologi.
a.
Tingkatan Kursus
Speleologi
1. Tingkat Dasar
Mengetahui dan paham tentang :
· Cara menelusuri gua dengan prosedur yang benar dan aman
· Etika moral penelusuran gua
2. Tingkat Lanjutan
Mendalami dan mengerti tentang :
· Teknik penelusuran gua horisontal , vertikal dan cave rescue.
· llmu pengetahuan terkait
· leadership
3. Tingkat Klinik
Pendalaman tentang :
· Manajemen Ekspedisi spe!eologi
· Metode Pendidikan speleologi
4. Tingkat Manajemen
Pendalaman tentang :
· Manajemen Penelitian Gua dengan berbagai disiplin ilmu terkait
· Manajemen Pendidikan Speleologi
· Pengelolaan Kawasan Gua dan Cara Pemanfaatannya Metode
Pengembangan
Speleologi
5. Pendidikan tambahan lain
- Cave Rescue
- Pemetaan gua Khusus
- Fotografi Gua
b. Yang perlu di lakukan speleologiawan untuk kegiatan dan
pengembangan speleologi yaitu :
· Pendataan dan pemetaan Gua
· Penelitian Gua
· Pengembangan manfaat gua
· Menjaga kelestarian Gua
· Kegiatan pertemuan speleologi seperti
:Seminar, Lokakarya/ Workshop, Simposium,
Sarasehan, diskusi panel, dll
· Pameran Speleologi
· Pendidikan / kursus speleologi
c. Laporan hasil kegiatan speleologi.
1. Laporan perjalanan
2. Laporan Harian
3. Laporan Speleologi dibagi 3 bagian :
1. Teknis
Perjalanan, perbekalan dan
peralatan, derajat kesulitan kesampaian daerah dan penelusuran pendataan,
pemetaan
2. Ilmiah
· Biospeleologi
· Geologi
· Geomorfologi
· Hidrologi
· Arkeolog
· Ekologi
· Sedimentologi
· Speleogenesis
Dan lain sebagainya.
Teknik
Penulusuran Goa Vertikal ( TPGV)
Materi umum :
·
SRT : Peralatan dan Teknik
·
Tali temali
·
Anchor dan Rigging
·
Self Rescue
·
Pemetaan dan pendataan goa
Pada umumnya perjalanan dan manajemen
ekspedisi untuk semua kegiatan adalah sama. Begitu pula dengan caving,Untuk
melakukan suatu perjalanan atau ekspedisi dengan berhasil diperlukan kemampuan
manajemen yang baik. Perbedaan yang ada
hanya pada tujuan, cara pelaksanaan dan tentunya istilah istilah yang digunakan.
Dalam kegiatan CAVING ini kita mengikuti
standart HIKESPI yaitu:
1.
Eksplorasi : Suatu perjalanan
kegiatan penelusuran gua yang hanya meliputi pendataan secara global daerah
bersangkutan.
2.
Survey : Suatu perjalanan
kegiatan penelusuran yang meliputi pendataan secara detail termasuk diantaranya
pemetaan dan pendataan lingkungan sekitar goa pada suatu daerah tertentu.
SRT : Teknik dan peralatan
Single rope technique atau yang sering disebut SRT saja terdiri dari
banyak jenis atu system diantaranya Prusiking,Jumaring dll. SRT dalam bahasa Indonesia dapat
diartikan sebagi teknik tali tunggal
adalah teknik yang digunakan untuk memasuki gua-gua vertical dengan menggunkan
1 tali dan beberapa alat pendukung bergantung dari system yang digunakan.
Teknik dasar dalam SRT adalah
Prusiking.Teknik tersebut sangat sederhana dilihat dari segi peralatan tetapi
cukup aman jika ditinjau dari segi Safety-nya.Seajalan dengan perkembangan
alat-alat dan pemikiran-pemikiran akan pentingnya meningkatkan keamanan dalam
kegiatan petualangan terutama kegiatan penelusuran guayang syarat akan kode
etik , Maka kemudian lahirlah teknik yang lebih modern seperti jumaring hingga
akhirnya ditemukan teknik yang selalu digunakan dalam penelusuran gua vertical
dan bahkan dijadikan teknik yang wajib digunakan oleh setiap penelusur goa
FROGRIG SYSTEM
Teknik yang
dimaksud adalah frogrig sytem yang dikembangkan dan dikhususkan untuk kegiatan
penelusuran gua vertical. Kelebihan teknik ini adalah faktor safety yang tinggi
dan efisiensi tenaga yang baik,sedangkan kelemahannya karena dituntut safety
yang sangat tinggi sehingga membutuhkan peralatan yang banyak dan khusus yang
rata-rata memiliki harga yang relatif
mahal. Samapi saat ini teknik tersebut masih merupakan yang terbaik,terefisien
dan teraman bagi penelusur gua.Kendala
lain dari teknik ini adalh dituntut kondisi ideal dari peralatan yang
dipakai harus merupakan peralatan pribadi yang seharusnya pula tidak dapat
dipinjamkan dapa saat kegiatan penelusuran goa sedang berlangsung, tapi karena harganya mahal mau gimana lagi…??
Dalam teknik
yang perlu diingat adalah posisi tubuh pada saat potholing sangat penting untuk
bersikap tegak sehingga memudahkan gerakan dan tali dibawah ascebder akan turun
dengan sendirinya.Hal ini dapat dipahami hanya dengan latihan yang teratur dan
sesering mungkin.Jika tali diantara jummar(ascender) dan croll/basic masih
melengkung atau tidak dapat turun dengan
sendirinya maka dapat dibantu dengan kaki untuk menjepit tali sehingga dapat
turun.
Perlatan SRT pribadi yaitu :
1.
Sit harnest
2.
Croll/basic
3.
Carabiner
4.
Cowstail
5.
Footloop
6.
Chest harnest
7.
Maillon rapide (MR)
8.
Descender ( ex : autostop
petzl)
9.
Ascender / jummar
Fungsi dari masing-masing peralatan
tersebut :
Sit Harnest
Berfungsi sebagi pengaman tubuh yang menjadi
pusat dari peralatan yang digunakan.Pada intinya pengaman tubuh ini tidak jauh
berbeda dengan yang digunakan untuk rockclimbing.Perbedaan yang ada terletak
pada bentuk dan bahannya.Kedua ujung dari sit harnest caving saling dihubungkan
oleh maillon rapide(M/R) .Sedangkan bahannya bersifat statis,karena diharapkan
tidak adanya kejutan yang terjadi bentuk umum adalah AVANTIE dan RAPIDE
CROLL
Croll adalah alat yang berfungsi sebagai
ascender yang mempunyai prinsip kerja akan mengunci bila terbebani.Pengguanaannya
ditempatkan di dada dikaitkan pada karabiner delta dan oval.Tujuannya
penggunaan alat ini adalah selain karena faktor safety tetapi juga untuk
kenyamanan dan efisiensi tenaga pada saat melakukan ascending. Sealain Croll
ada Basic bisa digunakan sebagai pengganti Croll, mempunyai fungsi yang lebih
universal yaitu bisa berfungsi sebai croll dan jummar dan juga membantu untuk
melakukan rescue
Carabiner
Carabiner atau cincin kait
merupakan alat yang sangat sering digunakan dalam setiap kegiatan petualangan
alam bebas karena fungsinya yang sangat vital dan universal. Pada saat ini
banyak sekali jenis dan macam karabiner.tergantung fungsi ,bentuk dan
bahannya.berikut karabiner yang sering digunakan :
1.
D-screw
2.
D-Snap
3.
Oval screw
4.
Oval snap
5.
M/R delta
6.
M/R oval
Khusus karabiner M/R mempunyaibahan yang berbeda dari kebanyakan
carabiner pada umumnya yaitu harus lebih kuat karena merupakan pusat dari semua
pengaman yang terkait dengan tubuh
Cowstail
Cowstail adalah dua potong tali atau lebih yang masing-masing
ujungnya disimpul delapan,fungsi cowstail sangat banyak diantranya membantu
dalam melakukan rigging dan rescue.Salah satu ujung cowstail panjang digunakan
sebagi pengait dengan ascender/jummar,sedangkan cowstail pendek berfungsi sebagai pengaman tambahan. Panjang
cowstail idealnya sesuai dengan jaral jangkauan tangan kita,agar mempermudah
dalam melakukan ascending.menurut kebiasaan dari temen2 panjang cowstail pendek
sampai pipi dan cowstail panjang sampai tumit/mata kaki sehingga panjang
cowstail setiap orang bisa berbeda-beda
Descender
Alat yang digunakan untuk menuruni tali .
ada banyak jenis yaitu antara lain : Figure of eight,Grigri,Rack,Bobbin( salah
satu jenisnya yaitu AutoStop). Masing2 alat mempunyai kegunaan yang sama tetapi
cara dan teknik pemakaian yang berbeda. Pada kegiatan caving alat yang dominan
dipakai adalah bobbin karena faktor safety yang tinggi,salah satu kelebihannya
yaitu tidak membiat tali melintir sehingga tidak membuat badan ikut berputar.
Salah
satu fungsi dari autostop juga sangat penting untuk rescue :
Cara pemakaian rack :
Ascender/jummar
Ascender/jummar adalah alat yang digunakan
untuk melakukan ascending .cara kerjanya sama seperti dengan croll juga untuk
melakukan rescue
Alat-alat diatas adalah perlengkapan
standart dalam TPGV . Selain itu masih ada lagi perlengkapan tambahan yang
sangat membantu jika terjadi sesuatu dengan peralatan standart seperti misalnya
prusik. Prusik sangat membantu kita jika terjadi permasalahan dengan alat
ascending maupun descending. Sediakanlah selalu alat-alat cadangan yang
sifatnya tidak mekanis sehingga jika sewaktu waktu terjadi maslah dengan
alat-alat mekanis seperti jummar,croll atau bobbin masih ada alat lain yang
lebih sederhana dan aman seperti prusik.
Footloop
Footloop adalah
lingkaran yang umumnya terbuat dari webbing yang dikaitkan dengan ascender/jummar dan mempunyai fungsi sebagai
pijakan kaki. Sebagai pengganti footloop bisa digunakan etrier. Jika membuat
footloop sendiri usahakan untuk menyesuaikan dengan jangkauan tangan sehingga
tidak terlalu pendek atau terlalu panjang
Pulley
Pulley atau
katrol dalam bahasa Indonesia mempunyai fungsi yang universal dalam kegiatan
penelusuran goa.berdasarkan prinsip kerja pulley yaitu mempermuah mengangkat
suatu beban dengan mengurangi setengah berat beban tersebut,maka fungsi yang
paling penting untuk rescue.
SELF RESCUE
Self
rescue adalah suatu teknik pertolongan pertama yang harus dilakukan oleh team
jiaka terjadi kecelakaan yang menimpa salah satu team. Pada dasarnya pengertian
self rescue sendiri adalah bagaimana caranya menolong caver yang mengalami
kecelakaan pada saat penelusuran sedang berlangsung dimulai dari P3K sampai
teknik mengangkat/mengeluarkan korban
dengan selamat . pada kasus-kasus goa horizontal taidaklah sesulit gua
vertical . di sini akan dibahas self rescue di goa vertical.
Classic
rescue
Classic rescue
adalah teknik sederhana untuk menurunkan korban yang mendapat troble di tengah
tali utama . teknik ini bisa di terapkan dengan kondisi apabila keadaan dinding
goa ataupun jalur rigging tidak terlalu rumit. Karena teknik ini sangat
sederhana maka sangat banyak dibutuhkan untuk melakukannya.faktor lain yang
harus di pertimbangkan juga adalam melksanakan rescue ini adalah kondisi
korban.Teknik ini tidak bisa dilaksanakan jika keadaan korban sangat rentan
Counter balance
Counter balance
adalah teknik dasar dari teknik hauling, teknik ini menggunakan berat tubuh
kita untuk mengangkat korban ke permukaan . yang diperlukan hanyalah simpul
pada anchor yang berupa pulley dan basic untuk menghubungkan korban dengan
rescuer. Selanjutnya rescuer melakukan ascending biasa, maka korban akan naik
dengan memanfaatkan berat tubuh rescuer. Kelemahan dari teknik ini jarak yang
di tempuh rescuer untuk melakukan ascending bisa dua kali liapat jarak normal dan tali yang
dibutuhkan sangat panjang.
Z-Rigs
Z-Rigs adalah teknik dasar dari seluruh
teknik rescue yang ada,terutama hauling.dengan z-rigs korban dapat lebih
flexsibel untuk dievakuasi , kebawah tau
ke atas . alat-alat yang dibutuhkan
untuk z rigs adalah bobbin(stop),pulley dan basic/jummar
Hauling
Hauling atau di
dalam jenis kegiatan lain disebut vertical rescue adalah suatu system yang
digunakan untuk menolong/mengangkat korban
keluar dari goa vertical .Prinsip kerja dari hauling adalah mengupayakan
tenaga seminimal mungkin dan waktu yang secepatnya dengan mempertimbangkan
faktor keamanan bagi korban,maka peralatan yang sangat vital digunakan adalah
pulley dan jummar .Pada prinsipnya semakin banyak pulley akan semakin ringan
dalam melakukan hauling.
Rescue terpadu berdasakan oxford
university
Rescue terpadu
adalah suatu rangkaian kegiatan rescue yang dilakukan oleh beberapa team yang terorganisir dan terpadu. Terorganisir
berarti team yang melakukan rescue bekerja secara professional sesuai dengan
keahlian masing2 angota team. Terpadu berarti tim2 rescue bekerja secara
bertahap dan terencana denagn baik.
Rescue terpadu
membagi tim menjadi beberapa kelompok yang lebih kecil yang masing – masing
kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda tetapi berkaitan
dengan tahapan pelaksanaan rescue secara keseluruhan.
Kelompok rescue terpadu dapat dibedakan
menjadi :
1.
Runner : bertanggung jawab
melaksanakan secepat mungkin (sebagai leader) untuk penelusuran gua secepat
mungkin (sebagai leader) untuk menentukan lokasi kecelakaan di dalam goad an
memberikan pertolongan pertama serta menginformasikan segala sesuatu yang
berhubungan dengan korban dan keadaan gua terhadap tim berikutnya
2.
Pengendali atas : bertanggung
jawab terhadap perencanaan rescue yang akan dilaksanakan dari segi metode dan
sytem yang akan digunakan menyiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan
rescue dan membuat anchor. Pengendali atas bisa terdiri dari 3 oarang atau
lebih.
3.
Pengendali bawah : bertanggung
jawab terhadap kadaan di dalam goa terutama yang berkaitan langsung dengan
korban . pengendali bawah juga merupakan team yang minimal terdiri dari 3 orang
yang idealnya salah stunya adalah paramedic/dokter
4.
Pengendali lintasan evakuasi :
bertanggung jawab terhadap kemanan korban selama berlangsungnya proses evakuasi
Hal2 yang perlu dicatat sebagai informasi
oleh sorang runner adalah :
1.
Lokasi dan nama gua
2.
Posisi korban
3.
Keadaan korban
4.
Peralatan penunjang yang harus
disiapkan
Sedangkan peralatan yang wajib dibawa:
1.
Mini first aid kit
2.
Lampu cadangan
3.
Karbit atau baterai cadangan
4.
Lilin dan pemantik api – sangat
berguna untuk menghangatkan korban atau korban mengalami kekurangan penerangan
sehingga tidak dapat kemana-mana
Tim penelusur/penolong berikutnya membawa
dan mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan sesuai dengan deskripsi kerja
masing-masing . untuk lebih jelas baca artikel” oxford University Expedition
rescue guide”
Rigging
Rigging dalah teknik pemasangan lintasan
tali gua-gua vertical dengan syarat-sayrat tertentu dengan tujuan menghindari
gesekan antara tali dengan dinding goa.
Dinding goa sebagian besar terdiri dari
batuan kasar dan tajam sehingga sangat berbahaya jika suatu saat tali yang
digunakan untuk turun bergesekan dengan dinding goa tersebut.
Pada saat itu kita membutuhkan suatu
simpul/anchor yang sering kita sebut dengan rigging. Selain rigging ada
beberapa , perlengkapan yang dapat digunakan untuk melindungi tali jika rigging
tersebut tidak dapat diaplikasikan. Syarat rigging yang baik :
1.
Aman dilewati oleh semua
anggota team
2.
Tidak merusak peralatan
3.
Dapat dilewati oleh semua team
termasuk yang paling “bodoh”/”lemah”
4.
Jika dibutuhkan untuk menjadi
lintasan rescue, dapat langsung dipergunakan atau dengan sedikit perubahan
saja.
Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui
sebelum memulai pembuatan sebuah lintasan vertical yang nantinya akan membantu
untuk dapat mencapai syarat-syarat rigging yang baik.
TEAM EQUIPMENT (peralatan
tim), terdiri dari :
A. Tali.
Tali yang digunakan harus benar-benar
mempunyai kwalitas yang balk dan memerlukan
perawatan yang baik pula.
Jenis tali Tali di bagi menjadi :
1) Hawsterlait
Jenis ini tidak dipakai dalam penelusuran
gua vertical. Berbentuk Iilitan dari bahan
nylon.
2) Kernmantel
Disebut jenis kernmantel karena mempunyai
dua bagian yaitu bagian kern (bagian
dalam/ inti), dan mantel (bagian luar/
pembungkusnya). Untuk vertical caving
digunakan jenis static rope. kekuatan
tali yang digunakan biasanya harus mengalami uji
kekuatan terlebih dahulu. Tali yang biasa
dipakai mempunyai kekuatan standard ba ik
yang telah lulus uji dari UIAA (Union
International Associate de Alpinisme) adalah
sesuai dengan diameter tali tersebut
yaitu :
Kekuatan Tali = A2 X 22 kg > A=diameter
tali (mm)
Kekuatan tali ini akan berkurang karena
penggunaan simpul, basah, dan pemasangan
lintasan yang salah.
B. Ladders
Ladders atau tangga tali biasanya terbuat dari kawat baja atau dari
tali dengan diameter
tertentu (lebih kecil dari diameter tali yang digunakan untuk
vertical caving). Ladders
sangat efektif untuk digunakan pada pitch pendek, dengan bentuk
lintasan overhang.
C. Tali Pita (Webbing)
Berbentuk tabung ataupun pipih (plate), sangat berguna untuk
pemasangan tambatan
alam, deviasi, maupun bentuk tambatan lainnya. Lebar webbing yang
dianjurkan untuk
digunakan lebih besar atau sama dengan 30 mm. Ukuran 25 mm jangan
sekali-kali
digunakan.
Dengan simpul tertentu kedua ujung webbing ini disambungkan untuk
kemudian
dijadikan penambat.
D. Padding
Padding adalah pelindung tali dari gesekan. Biasanya dibuat bahan
kaltun terpal yang
radial. yang kuat menerima gesekan.
E. Carabiner (cincin kait)
Fungsi alat ini sebagai pengait. Carabiner mempunyai beberapa macam
bentuk sesuai
dengan kegunaan dan fungsinya. Tiap produk carabiner yang ada telah
mengalami uji
kekuatan dari pabriknya untuk tarikan vertical maupun horisontal.
Berdasarkan
pengamannya carabiner dibagi menjadi dua :
Carabiner Screw Gate :
Jenis
ini mempunyai pengunci pada pintu atau gerbangnya.
·
Carabiner Non Screw Gate:
Jenis ini tidak mempunyai pengunci pada
pintu atau gerbangnya
Jenis ini tidak mempunyai pengunci pada pintu atau gerbangnya
berdasarkan bentuknya carabiner dibagi
menjadi:
o
Oval Carabiner
Jenis ini dirancang jika mendapat beban
maka kedua sisinya (sisi utuh,
maupun sisi pintu) mendapat beban yang
sama.
o
Delta Carabiner
Jenis ini dirancang jika mendapat beban
maka kedua sisinya (sisi utuh,
maupun sisi pintu) mendapat beban yang
berbeda. Sisi utuh mendapat beban
Iebih besar dari pada sisi pintu.
o
D Carabiner
Jenis ini dirancang jika mendapat beban
maka kedua sisinya (sisi utuh,
maupun sisi pintu) mendapat beban yang
berbeda. Sisi utuh mendapat beban
Iebih besar dari pada sisi pintu.
o
A Carabiner
Jenis ini dirancang jika mendapat beban
maka kedua sisinya (sisi utuh,
maupun sisi pintu) mendapat beban yang
berbeda. Sisi utuh mendapat beban
lebih besar dari pada sisi pintu.
o
Hart Carabiner.
Jenis ini dirancang jika mendapat beban
maka kedua sisinya (sisi utuh,
maupun sisi pintu) mendapat beban yang
sama.
F. Pengaman Sisip
Pengaman Sisip adalah peralalan tambahan untuk membuat tambatan. Penggunaan
pengaman
sisip sangat tergantung pada bentuk
bawaan batuannya. Pemasangan yang bagus dan tepat
sangat menentukan kekuatannya, tetapi
perlu diperhatikan pada waktu akan dilewati jangan
sampai terangkat kearah luar. Pengaman
sisip yang sering digunakan adalah:
·
Chock Stopper
Jenis ini berbentuk piramida tumpul. Bisa
digunakan untuk celah vertical maupun
horisontal.
·
Hexentrik
Bisa digunakan untuk celah vertical
maupun horisontal.
·
Friend
Jenis ini digunakatn untuk dibebani
secara vertical.
·
Chock Stone
Jenis ini bekerja seperti pengaman sisip
lainnya. Bisa terpasang dengan sendirinya ( batu
yang terjatuh lalu terjepit pada celah),
maupun sengaja dipasang.
·
Jammed Knot
Tehnik yang memasang pengaman sisip
dengan menggunakan simpul pada webbing.Pengamanan atau pemasangan pengaman
sisip harus selalu dilatih untuk mengetahui/mendapatkan instink pemasangan yang
benar dan aman, mengetahui bentuk berbagai bentuk celah yang disesuaikan dengan
bentuk pengaman sisip yang digunakan. Pengaman sisip yang talinya menggunakan
nylon harus Iebih mendapat perhatian, karena lebih tidak tahan jika mendaluucur
gesekan dibandingkan dengan yang mengggunakan kawat baja.
G. Paku Pitton
Adalah salah satu bentuk pengaman
tambahan yang berbentuk seperti palm, yang ditanamkan
pada celah vertical maupun horisontal.
Piton akan sangat berguna pada beberpa jenis batuan,
dart dengan pengalaman yang cukup untuk
penelusuran gua vertical.
Penempatan pitton harus dengan cermat dan
hati-hati, penempatan yang baik adalah te.gak
lurus dengan bidangnya pemilihan jenis
pitton harus sesuai dengan bentuk celahnya (vertical/
horisontal). Piton dipasang dengan
dipukul menggunakan hammer speleo, bunyi benturan
pada saat dipukul antara pitton dengan
batuannnya bisa dipakai untuk menentukan kekuatan
pemasangan pitton tersebut.
H. Bolts
Pada
penelusuran gua vertical jika kita tidak bisa menemukan natural anchor, maupun
pemasangan pengaman sisip lainnya, maka satu- satunya pilihan adalah
pemasangan bolts
(bor tebing). Dengan bolts maka penelusur gua bisa menempatkan titik
tambatan di tempat
yang diinginkan.
Ukuran yang digunakan biasanya disesuaikan dengan jenis batuan yang
akan dibor maupun
beban yang akan diterima, ukuran standard yang biasa digunakan
adalah 3 mm.
I. Hanger
Peralatan ini adalah pasangan dari bolts. Hanger ini digunakan untuk
menambatkan tali.
Bentuk-bentuk
yang ada disesuaikan dengan medan yang ada Macam hanger yang ada :
·
Plate Hanger
Jenis ini digunakan untuk dinding yang tidak over hang, carabiner
yang digunakan adalah
carabiner oval, sisi carabiner harus selalu menempel dinding.
·
Twist Hanger
Jenis ini digunakan untuk dinding over hang maupun untuk roof,
carabiner yang
digunakan
bisa carabiner oval maupun carabiner delta
·
Ring Hanger
Jenis ini digunakan untuk untuk dinding over hang maupun dinding
lurus. Carabiner yang
digunakan bisa carabiner oval maupun carabiner delta, juga bisa tanpa
catabiner.
·
CIown Hanger
Jenis ini bisa digunakan di semua bentuk rnedan, hanger ini tidak
menggunakan carabiner.
J. Driver
Digunakan untuk mengebor dinding/tebing
K. Hammer
Digunakan untuk mengetes batuan yang akan digunakan untuk anchor,
maupun untuk
mengebor tebing.
L.
Tackle Bag
Tas khusus untuk penelusuran gua, terbuat dari bahan terpal yang
tahan gesekan.
M. Pulley
Berbentuk kerekan, yang prinsip kerjanya untuk memperingan penarikan
beban. Biasanya
digunakan untuk rescue.
N. Alat Bantu
a. Roll module
b. Bombement Deviatur
ANCHOR
Dalam memasang sebuah lintasan kita
terlebih dahulu harus memilih point tambatan. Point atau objek yang akan
dijadikan tempat tambatan disebut anchor. Sangat penting untuk mempertimbangkan
berbagai hal secara cermat sebelum menentukan lokasi dan methode yang tepat
dalam pemasangan anchor. Hal ini disebabkan karena anchor merupakan titik awal
dimana nyawa seorang penelusur goa bergantung. Selain itu faktor gesekan tali
dengan dinding goa, kekuatan anchor dlll perlu di perhatikan .
Berdasarkan jenisnya anchor di bagi menjadi :
NATURAL ANCHOR, anchor alam:
1.
Pohon, sebelum kita memakai
jenis ini kita harus memeriksa umur pohon, yang dapat kita lihat dari besarnya,
posisi pohon, maupun kondisi dari pohon tersebut. Apakah aman untuk dijadikan
anchor atau tidak
2.
Lubang tembus, sebuah lubang
yang bisa kita temui di dinding, lantai maupun atap goa. Kita harus selalu
memeriksa kekerasan batuan, keutuhan dan struktur dari batuan tersebut sebelum
kita memutuskan akan memakainya.
3.
Rekahan , atau celah yang bisa
terbentuk dari pengikisan lapisan horizontal maupun crek(vertical) . kita harus
selalu memperhitungkan bentuk celah ,arah penyempitan dan arah trikan yang akan
di terima
4.
Chock stone, batu yang terjepit
pada sebuah celah sehingga berfungsi sebagai pengaman sisip, sehingga seling
disebut natural chock
5.
Satalaktit dan stalagmite untuk
jenis ini hanya boleh dipakai untuk anchor deviasi tidak boleh menahan beban
yang besar
Berdasarkan posisi dan urutan mendapatkan beban maka anchor
dibedakan menjadi :
·
Main anchor atau anchor utama adalah anchor yang secara langsung mendapatkan
beban saat lintsan digunakan
·
Back-up anchor, berfungsi sebagai cadangan jika main anchor terlepas atau jebol
Fall Factor (FF)
Untuk menentukan posisi pemasangan antara
main anchor dan backup maka kita harus selalu memperhitungkan fall factor,
yaitu beban hentakan/jatuh yang diterima backup anchor saat main anchor
terlepas atau jebol.
FF = Jarak Jatuh / Panjang Tali
Dari gambaran diatas maka kita ketahui
bahwa kekuatan anchor harus benar-benar
diperhitungkan, terutama backup anchor. Karena backup dirancang
untuk mendapatkan beban hentakan maka ketahanan untuk backup harus benar-benar
kuat. Usahakan agar menyusun achor dengan fall factor masing-masing kurang dari
1.
Dua macam rigging yang intinya menghilangkan gesekan pada tali:
Intermediet : ringing ini menghilangkan friksitali (gesekan tali) pada dinding goa
dengan cara memasang/ membuat tambatan pads
titik gesekan. Jika pemasangan rigging
deviasi tidak mungkin untuk dilakukan, maka rigging ini menjadi
alternatif untuk menghindari friksi pada
tali.
Deviasi, rigging ini dibuat juga untuk
menghilangkan friksi tali
pads dinding gua, dengan cara menarik tali/ lintasan ke
arah luar dari titik gesekan. Panjang tarikan, jarak anchor deviasi dengan main
anchor, menunjukkan besar sudut pergeseran
yang berarti mempengaruhi gaya tarik kesamping yang diterima anchor deviasi. Sehingga
bisa dikatakan semakin dekat anchor deviasi dengan main anchor akan semakin
besar gaya tarik kesamping yang diterima anchor deviasi untuk panjang tarikan
yang sama.
Contoh sebuah
lintasan yang mengandalkan berbagai macam rigging baik intermediat maupun
deviasi.
Danger Intermediete Deviasi
Memasang atau membuat rigging bukan merupakar kegiatan yang sulit. Tetapi juga tidak
dapat dianggar remeh. Balk buruknya sebuah rigging
berdasarkan kriterie di atas bergantung pads kejelian si pembuat rigging dalam
menentukan rigging apa yang sesuai baik dengan medar maupun kemampuan tim dalam
melewati rigging tersebut Kedua variasi bentuk lintasan harus diperlukan karena
memenuhi syarat sebuah rigging yang baik,
tidak merusak alat, yang berarti aman untuk orang yang melewati. Untuk
menghindari friksi jika kedua variasi diatas tidak dapa digunakan maka dapat
menggunakan rope protector, rot module, ataupun bombement deviatur.
Anchor atau anchor sudut
Disebut Y anchor karena bentuknya
seperti huruf Y, dibuat dengan tujuan untuk
membagi beban yang diterima di kedua sisi dan menempatkan lintasan di
posisi tertentu sehingga jalur/lintasan tali terbebas dari friksi dinding gua
Untuk besar sudut (A) ada ketentuan yang bisa diperhitungkan . Jika sudut yang kritis ambil salah (A>120), maka
tujuan untuk membagi beban tidak tercapai, bahkan sebaliknya beban yang
diterima ditiap titik tambatan akan lebih besar daripada beban sebenarnya.
Prosedur
melewati Rigging
Pada prinsipnya
prosedur yang harus dijalankan untuk melewati
sebuah rigging pada saat melakukan ascending ataupun descending tidak
serumit yang dibayangkan. Yang pasti sebuah alat yang sangat vital benar-benar diperlukan yaitu cowstail. Pada setiap aktivitas
melewati rigging, cowstail sangat memegang peranan sebagai pengaman yang
fleksibel
Re-belays atau intermediat
Rigging intermediat bersifat permanen sehingga bisa juga dikatakan anchor kedua atau re-belays. pada saat ascending ataupun descending lebih rumit daripada rigging
Deviasi.
Prosedur Ascending
1.
Hentikan jumar jangan terlalu
dekat dengan simpul sehingga memudahkan
untuk pelepasan jumar nantinya.
2.
Pasang
cowstail yang terkait dengan carabiner snap pada simpul
rigging.
3.
Lepaskan jumar dan pasang
kembali di atas simpul rigging pada tali utama.
4.
Lepaskan troll dan pasang
kembali di atas simpul rigging di bawah jumar.
5.
Kemudian
langkah terakhir melepaskan cowstail dari simpul
rigging.
Prosedur Descending
1. Hentikan STOP atau bobbin tidak terlalu
dekat dengan simpul rigging sehingga dapat dikunci.
2. Kemudian pasang cowstail pada simpul rigging.
3. Pasang jumar sedikit di atas bobbin clan kemudian bobbin dapat
dilepaskan.
4. Pasang bobbin di bawah simpul rigging
pada tali utama jangan terlalu jauh dari simpul
rigging.
5. Lepaskan cowstail dan berikutnya jumar
dapat dilepas.
Rigging Deviasi
Prosedur dalam
melewati rigging ini tidak serumit prosedur di atas.
Dalam melewati rigging tidak perlu melepas dan
memasang kembali peralatan utama (Croll Jumar, dan Bobbin).
Prosedur Ascending
1.
Hentikan jumar sedikit dibawah
simpul rigging
2.
Pasang cowstail pada carabiner
simpul rigging.
3.
Lepaskan tali utama dari simpul
rigging dan kemudian pasang kembali bagian bawah croll ke simpul rigging.
4.
cowstail dapat dilepaskan dari
simpul rigging.
Prosedur Descending
1. Hentikan dan kunci bobbin sedikit di
atas simpul rigging.
2. Pasang cowstail pada simpul rigging
3.
Lepaskan
tali utama dari simpul rigging dan pasanc kembali tali
utama di atas bobbin pada simpul rigging sehingga
posisi bobbin saat ini berada di bawah simpul rigging.
4.
Lepaskan cowstail dari simpul
rigging.
5.
Lanjutkan descending.
Melewati
sambungan
Karena
keterbatasan panjang tali maka dibuat sambungan
Prosedur di atas
bukan merupakan prosedur yang baku tetapi merupakan panduan prosedur yang umum.
Pada prakteknya
sangat banyak variasi yang harus dibuat karena variasi medan yang ditemui sangatlah banyak. Ha ini tentunya membutuhkan suatu latihan dan jam
gelap yang cukup untuk mencapai tingkatan penelusur yang andal. Sebagai panduan
utama adalah "Mementingkan safety
yang semaksimal mungkin dengan waktu yang seminimal mungkin".
PEMETAAN GUA SEDERHANA
MENGGUNAKAN ALAT UKUR SUDUT
Survey gua ini merupakan pemetaan yang
menggunakan alat-alat non magnetik (survaiGrade X ) yang sederhana.
Karakteristik:
·
tidak
menggunakan kompas atau alat ukur sudut horizontal magnetik lainnya
·
menggunakan
busur derajat atau protactor, yang bisa dibuat sendiri sebagai ganti alat ukur
sudut horisontal
·
tidak
menggunakan clino atau alat ukur sudut vertikal lainnya
·
tidak
menggunakan hitungan trigonometri dalam pengolahan data
·
menggunakan
penggambaran-penggambaran vektor sebagai ganti hitungan trigonometri.
Jika dengan membaca karakteristik diatas anda
sudah bisa membayangkan dan mengetahui apa yang akan anda lakukan, untuk
menghemat waktu tidak perlu membaca lanjutan dari tulisan ini.
Pemetaan gua secara sederhana ini dimaksudkan
untuk mengatasi keterbatasan peralatan
pemetaan, dengan tidak tersedianya kompas dan
clino. Tanpa alat-alat tersebut pemetaan gua dapat tetap dilakukan oleh sebuah
tim dengan peralatan seadanya. Karena sifat survey yang tidak menggunakan
peralatan magnetik (kompas), maka survai ini
dapat dilakukan untuk daerah-daerah yang
memiliki anomali magnetik lebih besar daripada toleransi yang disyaratkan.
Dalam buku Surveying Cave yang ditulis Brian Ellis, metode survey non magnetik
ini dikelompokkan dalam Grade X, harus dipergunakan apabila suatu daerah
tersebut memiliki anomali magnetik lebih besar dari 2 derajat.
Metode yang digunakan dalam pengolahan data dari
lapangan tidak membutuhkan adanya perhitungan (kalkulasi), tapi tetap
menggunakan pencacahan (count). Untuk menggantikan pekerjaan kalkulasi
dilakukan penggambaran-penggambaran. Sehingga tidak membutuhkan bantuan
kalkulator untuk tahap ini. Bahkan tidak butuh sebuah operasi matematik.
Kecuali dalam penentuan skala. Atas dasar kesederhanaan peralatan dan metode
yang dipergunakan, pemetaan dengan metode ini seharusnya bisa dilakukan oleh
orang yang belum pernah mengenal perhitunganperhitungan trigonometri.
Namun dalam proses penggambaran peta, mulai dari
plotting stasiun ke kertas hingga
menggambar lay out dan mengisi detail, harus
tetap dilakukan dengan cara yang hampir
sama dengan penggambaran peta biasa.
Perbedaannya adalah, metode plotting koordinat
tidak menggunakan koordinat cartesius, sebagai
gantinya menggunakan koordinat polar
yang lebih sederhana.
Metode pengambilan data dan pemrosesan data
berdasar alat yang dipergunakan:
1. menggunakan piringan dan busur derajat
2. tanpa menggunakan piringan dan busur derajat,
sebagai gantinya menggunakan penggaris siku.
Namun disarankan untuk menggunakan piringan
derajat, karena selisih waktu operasi antar dua metode ini sangat besar.
Lagipula, kita bisa sendiri membuat piringan derajat ini dengan menggunakan
bahan yang tersedia.
ALAT PENGAMBILAN DATA/ PEMETAAN LAPANGAN:
1. piringan sudut 360 derajat (busur derajat 360
m) selanjutnya kita sebut dengan piringan
sudut, yang sudah dimodifikasi. Atau membuat
sendiri menggunakan bahan plastik yang
kaku. Dipergunakan untuk mengukur besarnya sudut
antar stasiun survai. Bisa juga
menggunakan protactor, seperti yang biasa dipergunakan
dalam navigasi oleh rekan-rekan
hutan dan gunung.
Lebih baik piringan sudut ini dilekatkan pada
sebuah lembaran dari bahan yang tak mudah
rusak oleh air. Bahan itu harus berwarna putih
atau terang, jika kita menggunakan piringan
sudut atau protaktor bening yang tulisan angka
berwarna hitam sehingga akan mudah
terlihat pada kondisi gua yang gelap.
Piringan sudut ditambahi benang yang kecil, lembut, dan
kuat, satu ujung di pusat piringan
derajat dan dengan ujung lain bebas dan diberi
pemberat. Usahakan ikatan di pusat piringan
longgar, agar benang tidak memutari paku tempat
ikatan benang. Benang ini fungsinya
adalah sebagai pembidik.
2. tripod atau monopod untuk menempatkan
piringan sudut.
Tripod dengan masing-masing kaki yang bisa
diatur panjangnya, lebih disarankan, karena
lebih mampu menjamin kestabilan dan kerataan
posisi piringan sudut. Kestabilan dan
kerataan posisi piringan sudut ini sangat
penting.
Gambar Mendirikan Tripod
3. busur derajat untuk melakukan pembacaan sudut elevasi,
ditambah benang yang salah
satu ujungnya dilekatkan di pusat busur dan
ujung lain diberi pemberat. Vizir yang
merupakan garis mulai dari pusat piringan hingga
angka 90 derajat.
Gambar modifikasi busur derajat untuk clino
Clino sederhana menggunakan busur
4. meteran roll untuk mengukur jarak
5. lembar kerja lapangan tabel
Tabel 1. Contoh Lembar Kerja Lapangan
Keterangan:
M=mulut gua
Pengambilan sudut referensi di mulut guta tidak
mesti kearah utara, bisa kemana saja asal
cukup untuk menjadi referensi bagi arah
berikutnya.
6. lembar kerja lapangan skets dan keterangan
7. pensil tebal (2B)
8. karet penghapus/ setip
9. pisau silet
10. papan alas menulis
11. penggaris siku, jika pengukuran horisontal
tidak menggunakan piringan sudut.
12. water pass (disarankan), jika pengukuran
sudut vertikal tidak menggunakan piringan
sudut.
13. tas untuk alat-alat tulis pemetaan
PENGAMBILAN DATA UNTUK SURVAI YANG MENGGUNAKAN
PIRINGAN SUDUT
Pengambilan data di setiap stasiun:
1. Pembacaan sudut horisontal menggunakan
piringan sudut dengan menembak stasiun
belakang dan depan menggunakan benang yang
diarahkan ke stasiun belakang dan depan.
Pembacaan ini tidak perlu mengarahkan angka
tertentu pada piringan sudut ke stasiun yang dimaksud. Cukup letakkan piringan
sedatar mungkin lalu lakukan pembacaan ke belakang dan depan menggunakan benang
pembidik.
Metode Pembacaan Sudut Horisontal:
Misalkan kita menempatkan theodolit sederhana
ini di stasiun Satu (1).
1. pada baris pertama lembar kerja lapangan,
pada kolom "Dari" tulislah M (mulut gua).
dan kolom "Ke" tulislah U yang berarti
ke arah Utara. Ini berarti kita akan melakukan
pembacaan dari Stasiun Mulut Gua ke arah Utara.
2. pada baris kedua lembar kerja lapangan, pada
kolom "Dari" tulislah M (mulut gua), dan kolom "Ke"
tulislah angka 1. Ini berarti kita akan melakukan pembacaan dari Mulut gua ke Stasiun
satu
3. arahkan benang pembidik ke arah Utara,
ditempat benang itu berimpit baca angka di
theodolit. Itu adalah angka sudut horisontal
yang direkam dan tuliskan pada baris pertama
kolom A (Sudut horisontal).
4. arahkan benang pembidik ke stasiun 1,
ditempat benang itu berimpit baca angka di
theodolit. Itu adalah angka sudut horisontal
yang direkam dan tuliskan pada baris kedua
kolom A (Sudut horisontal).
5. Pembacaan sudut horisontal ke arah belakang
(backward) dan kearah depan (forward)
jangan disela dengan kegiatan lain
6. Lalu ukur lah jarak dan sudut vertikalnya
Antar dua pembacaan ini tidak boleh ada
perubahan posisi piringan, baik berpindah maupun berputar. Jika ada perubahan
itu, pembacaan harus diulangi lagi.
7. Lalu pindahkan theodolit ke stasiun 1. Ulangi
lagi apa yang telah dilakukan di stasiun M. Gambar Tampak Atas Lintasan Survey,
dan Arah Pembacaan Sudut Horisontal
Untuk mengarahkan benang pembidik, memegang, dan
kemudian membaca, usahakan untuk tidak membuat kesalahan. Sehingga menghasilkan
pembacaan yang salah.
Hati-hati pembacaan pada percabangan dan survai
chamber.
2. Pembacaan sudut elevasi antar stasiun
menggunakan busur derajat ke arah stasiun depan.
3. Pembacaan sudut elevasi ke arah atap di atas
stasiun depan menggunakan busur derajat.
Catatan:
Lebih baik, pembacaan ini sudut horisontal dan
vertikal dilakukan oleh dua orang, dengan tugas masing-masing adalah: salah
seorang bertugas membidik stasiun menggunakan benang, dan yang seorang lagi
bertugas membaca angka tempat benang itu. Usahakan bahwa angka yang dibaca
hingga ketelitian 0.5 derajat.
4. Mengukur jarak dinding kiri dan dinding kanan
lorong dari stasiun.
5. Membuat sket perjalanan
6. Memasukkan detail, catatan, dan keterangan
beserta ukuran-ukuran yang dibutuhkan
pada sket perjalanan
7. Menggambar penampang lorong (cross section)
beserta letak stasiun dan detailnya, disertai ukuran-ukuran yang dibutuhkan.
PENGOLAHAN DATA
Alat mengolah data dan menggambar peta:
1. lembar kerja pengolahan
2. penggaris segitiga siku
3. piringan derajat 360 derajat yang (seharusnya)
sama dengan yang dipergunakan pengukuran di lapangan
4. pensil
5. karet penghapus (setip)
6. kertas bantu untuk pengolahan data disarankan
menggunakan kertas milimeter.
7. kertas menggambar peta, disarankan kertas
milimeter
Pekerjaan pengolahan data:
1. Menyalin data lapangan di lembar kerja tabel
ke lembar kerja pengolahan
Tabel
2. Lembar kerja pengolahan
(desain-nya
masih bisa berubah, cari yang efisien)
2. mencari jarak datar dengan cara:
·
Gambarlah
sebuah segitiga siku-siku, dimana sisi yang saling tegak lurus adalah sisi
datar dan sisi tegak lurus terhadap kertas.
·
Buatlah
garis sisi miring segitiga yang panjangnya sesuai dengan jarak miring di
lapangan, yang digambar di kertas dengan skala tertentu. (Paling gampang adalah
skala 1:100, yaitu 1 cm mewakili 1 meter) dan besar sudutnya adalah sama dengan
besar sudut elevasi yang dibaca di lapangan.
·
Menggunakan
penggaris siku, proyeksikan ujung sisi miring tersebut ke garis datar.
·
Ukurlah
panjang dari garis datar hasil proyeksi tersebut, maka anda mendapatkan jarak datar
antar stasiun!
·
Masukkan
nilainya ke tabel 2 kolom G
·
Semua jarak
datar dicari menggunakan cara ini. Sehingga berkali-kali harus melakukan pekerjaan
ini untuk mendapatkan jarak datar antar stasiun. Sederhana bukan!!
Untuk memudahkan pekerjaan ini, sebaiknya kita
menggunakan kertas milimeter dan pensil
yang tidak tebal, agar mudah dihapus.
Semakin kita teliti dalam membuat segitiga
siku-siku ini, kita akan mendapatkan hasil yang
makin presisi.
MENCARI BEDA TINGGI
Ukurlah panjang garis yang memproyeksikan garis
miring terhadap garis datar, panjang
garis tersebut adalah beda tinggi antar dua stasiun.
Nah..! ketemu juga
Semua beda tinggi diperoleh dengan cara ini.
Masukkan nilainya ke tabel 2 kolom H.
Jadi untuk memperoleh jarak datar dan beda
tinggi tiap stasiun, kita musti berkali-kali
melakukan penggambaran segitiga siku-siku.
Mengingat pentingnya pekerjaan ini, maka kita
musti menggunakan penggaris siku yang
betul-betul siku dan busur derajat yang
benar-benar bagus, serta pensil yang ujungnya selalu
runcing.
MENCARI TINGGI ATAP
1. Teruskan garis proyeksi lurus keatas
2. Gambarlah sebuah garis miring dari titik
garis miring segitiga tadi, dengan sudut sebesar
sudut elevasi atap yang dibaca di lapangan
sampai berpotongan dengan garis proyeksi di
tahap sebelumnya.
Gambar:
Tinggi atapnya adalah panjang garis proyeksi
ditambah garis pelurusannya hingga
berpotongan dengan garis mising, ditambah tinggi
stasiunnya. Tidak perlu menjumlah,
tinggal mengukur saja.
Tinggi atap
Ada kemungkinan titik potongnya sudut elevasi
atap dan garis proyeksi, terletak dibawah
garis datar. Jika hal ini terjadi maka tinggi
atapnya hanya dari titik potong itu kebawah
hingga dijumlah dengan tinggi stasiun.
Gambar:
1.(menggambar diagram (roset) untuk menentukan
orientasi arah gua sehingga bisa
menentukan perletakan titik (stasiun) nol.)
2.menghitung jumlah jarak datar untuk menentukan
skala. Disesuaikan dengan luas kertas yang tersedia
Dari proses diatas, ternyata kita masih
membutuhkan suatu hitungan, yaitu dalam
menghitung panjang garis peta sesuai dengan
skala yang sesuai.
Mudah-mudahan ini menjadi satu-satunya pekerjaan
kita yang membutuhkan operasi
matematika, pembagian atau perkalian.
MENGGAMBAR PETA TAMPAK ATAS
Menggambar garis survai menggunakan metode
koordinat polar.
1. Memperkirakan letak titik awal garis survai,
agar terhindar dari pemborosan kertas
akibat arah peta yang terlalu sering keluar dari
kertas.
·
Lihat
diagram roset
·
Lihat sket
perjalanan
2.Mem-plot stasiun survai dan garis survai/
center line pada kertas.
Pekerjaan ini adalah membalikkan pekerjaan
dilapangan yang berhubungan dengan
pembacaan piringan sudut.
·
Berdasar
data di atas, plot-lah stasiun awal (M=mulut gua) pada kertas.
·
Letakkan
piringan ke kertas dengan titik pusatnya di stasiun awal (M),
·
Arahkan
angka 250 pada piringan ke arah utara peta
·
Buatlah
tanda di angka 30 beri angka 1 sesuai dengan nama stasiunnya
·
Buatlah
sebuah garis dari titik M yang panjangnya adalah jarak datar dari stasiun M ke stasiun
1, sesuai skala yang sudah anda tetapkan sebelumnya.
·
Pindahkan
piringan derajat ke titik 1, arahkan angka 60 ke titik M
·
Buat tanda
di angka 180 piringan sudut beri nama angka 2.
·
Buatlah
garis dari titik 1 ke titik 2 dengan panjang sesuai dengan jarak datar yang
diskala.
·
Teruskan
pekerjaan ini hingga seluruh stasiun di-plot di kertas peta, maka anda akan
·
memperoleh
center line peta.
MENGGAMBAR DINDING GUA
·
Mem-plot ke
kertas dinding kiri dan dinding kanan tiap stasiun, yang sesuai dengan skala.
·
Hubungkan
titik-titik dinding gua tersebut, sesuaikan dengan sket perjalanan yang dibuat
di lapangan
·
Memasukkan
detail dan simbol gua
MENGGAMBAR PETA TAMPAK SAMPING
Sesuai data lapangan:
1. lihatlah
seluruh nilai pembacaan sudut elevasi, jika cenderung mengandung tanda negatif,
maka letakkan titik nol (M) di tempat paling kiri atas.
2. Memplot stasiun survey ke peta:
·
letakkan
busur derajat dengan pusat busur pada stasiun M, dan angka 0 pada garis
horisontal kertas peta.
·
Putarlah
busur sehingga angka 93 berada di garis vertikal. Tandai titik 0
·
buatlah
garis kearah tanda 0 itu yang panjangnya sama dengan jarak antar stasiun M ke
1, sesuai dengan skala yang sudah ditetapkan sebelumnya.
·
pindahkan
busur derajat ke stasiun 1, ulangi pekerjaan diatas untuk mengetahui posisi
·
stasiun 2
dari stasiun 1 tampak samping.
·
selesaikan
hingga seluruh stasiun selesai diplot.
3. kemudian tiap stasiun tersebut buatlah garis lurus
kebawah dengan panjang sama dengan tinggi stasiun, karena pada dasarnya sudut
elevasi yang dibaca tersebut adalah bukan sudut antara lantai gua dengan lantai
gua.
4. Memplot atap tiap stasiun.
·
Letakkan
busur derajat dengan pusatnya di titik M.
·
Aturlah
sehingga angka 151,5 berada benar-benar di garis vertical
·
Tandai pada
angka 0
·
Tariklah
garis lurus dari titik M ke tanda angka 0 itu.
·
Tarik garis
lurus ke atas dari stasiun 1 hingga berpotongan dengan garis diatas. Itulah
atap diatas stasiun 1.
·
Pindahkan
busur derajat ke stasiun 2, ulangi pekerjaan itu untuk menemukan atap stasiun 3
5. Buatlah
smooth polyline antar atap tersebut, sesuaikan dengan sket perjalanan.
Perhatian.
Lihatlah peta gua tampak samping (extended
section) yang anda buat.
Jika anda terlebih dahulu menggambar peta gua
tampak samping ini, maka anda telah
melewati tahapan pekerjaan pengolahan data. Anda
dapat menggunakan gambar peta gua
tampak samping ini untuk menemukan jarak datar
antar stasiun. hehe... sori
1 komentar:
sangat bermanfaat...
Posting Komentar